LAPORAN PENDAHULUAN
MULTIPLE FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan karena penyakit pengeroposan tulang diantaranya adalah osteoporosis, oeteoporosis biasanya di derita ketika pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan atau benturan benda tajam maupun tumpul (Mansjoer, 2000).
Menurut Bare dan Smeltzer (2002) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Menurut Djoko (2001) fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau kontak fisik.
B. Anatomi fisiologi tulang
1. Definisi tulang
Tulang terdiri dari materi intra sel, baik berupa sel yang hidup ataupun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Kualitas kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium. (Barbara, 2002).
2. Fungsi tulang
Menurut Rasjad (2007) fungsi tulang yaitu :
- Membentuk rangka badan.
- Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
- Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sum-sum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
- Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
- Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.
3. Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya.
- Tulang panjang (femur, humerus, dan tibia).
- Tulang pendek (carpals).
- Tulang ceper (tulang tengkorak).
- Tulang yang tidak beraturan ; vertebrae (sama dengan tulang pendek).
- Tulang sesamoid: Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Misalnya patella.
4. Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu : (Price, 2005)
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osfiksasi.
b. Osteosit
Sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Sel-sel besar berinti yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, osteoklas ini mengikis tulang.
C. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi patah tulang/fraktur (Rasjad, 2007) :
1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.
- Closed fracture (fraktur tertutup) : Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka pada kulit.
- Compound fracture (fraktur terbuka) : Adanya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan dunia luar.
2. Berdasarkan jenisnya
- Fraktur komplit : Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.
- Fraktur tidak komplit : Garis fraktur tidak mengenai seluruh korteks.
3. Berdasarkan garis fraktur
- Fraktur transversa : Garis fraktur memotong secara transversal. Sumbu longitudinal.
- Fraktur obliq : Garis fraktur memotong secara miring sumbu longitudinal.
- Fraktur spiral : Garis fraktur berbentuk spiral.
- Fraktur butterfly :Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke samping.
- Fraktur impacted (kompresi) : Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan searah sumbu tulang.
- Fraktur avulse : Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari ligamen.
4. Berdasarkan garis patah.
- Fraktur kominutif : Fragmen fraktur lebih dari dua.
- Fraktur segmental : Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur yang besar.
- Fraktur multiple : Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.
D. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Mansjoer, 2000) :
1. Cedera traumatic
- Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara spontan
- Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
- Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
- Tumor tulang (jinak atau ganas)
- Infeksi seperti osteomielitis
- Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan perubahan warna.
- Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
- Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
- Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
- Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
- Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
F. Patofisiologi
Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan kelemahan abnormal pada tulang. Jika satu tulang sudah pata, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak dan dapat menembus kulis sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur. Cidera yang terjadi juga dapat menimbulkan spasme otot dan adanya luka terbuka yang mengakibatkan terpotongnya ujung-ujung syaraf bebas sehingga merangsang dikeluarkannya bradikinin dan serotinin sehingga menimbulkan nyeri. Rusaknya jaringan lunak di sekitar patah tulang dan terpisahnya periostium dari tulang menimbulkan perdarahan yang cukup berat sehingga membentuk bekuan darah yang kemudian menjadi jaringan granulasi di mana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi osteoblast dan kondroblast yang akan mensekresi fosfat yang merangsang deposit kalsium sehingga terbentuk lapisan tebal (kalus) yang terus menebal, meluas dan bersatu dengan fragmen tulang menyatu. Kalus tulang akan mengalami remodelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru yang akhirnya menjadi tulang sejati. (Smeltzer, 2002)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2. Faktor Instrinsik
Berapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukkan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastic, kelelahan, dan kepadatan, atau kekerasan tulang.
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang-tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :
- Stadium 1 – Pembentukkan hematoma
Pembuluh adarah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibriblast. Stadium ini berlangsung 24 – 28 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
- Stadium 2 – Poliferasi seluler
Pada stadium ini terjadi poliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibrokartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami poliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
- Stadium 3 – Pembentukkan kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kardiogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat. Sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endoteal dan periosteal. Asementara tulang yang imatur (anyaman tulang), menjadi lebih padat sehingga gerakkan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur.
- Stadium 4 – Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamella. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
- Stadium 5 – Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk oleh proses reabsorbsi dan pembentukkan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekannya lebih tinggi, dinding yang tidak dihendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk dan akhirnya struktur yang mirip dengan normalnya.
G. Komplikasi Fraktur
1. Komplikasi Dini
a. Syndrom Kompartemen
Pada fraktur tertutup banyak perdarahan dan resiko munculnya sindrom kompartemen kaki dan ujung kaki dipelihara secara terpisah untuk mencari tanda-tanda iskemia.
2. Komplikasi Belakangan
a. Kekakuan sendi
Fraktur komunitif berat, dan setelah operasi kompleks, terdapat banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan menghindari imobilisasi gips yang lama dan mendorong dilakukannya gerakan secepatt mungkin.
b. Deformitas
Deformitas valgus dan vavus tersisa amat sangat sering ditemukan, baik karena reduksi fraktur tidak sempurna atau karena telah direduksi dengan meminadai, namun fraktur mengalami pergesekkan ulang selama terapi. Untungnya, deformitas yang moderat dapat memberi fungsi yang baik, meskipun pembebanan berlebihan pada satu kompartemen secara terus-menerus dapat menyebabkan predisposisi untuk osteoarthritis dikemudian hari.
c. Osteoarthritis
Umumnya lutut tidak merasakan nyeri, tetapi bila pasien merasakan nyeri dan kondiks lateral terdepresi maka operasi rekontruksi dapat dipertimbangkan.
Menurut, Lewis (2003), Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, yaitu :
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, dan demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan. Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Rasjad (2007), sebelum menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1. Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal / tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat.
Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka dan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
3. Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektremitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dengan control dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.
G. Pemeriksaan Penunjang
- X.Ray, Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang.
- Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans, menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
- Arteriogram, dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
- CCT, dilakukan bila terdapat banyak kerusakan otot.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC
Engram , Barbara. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta : EGC.
Mansyur, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Penerbit FKUI.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi, jilid 2. Jakarta : EGC.
Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
Simbardjo, Djoko,. 2001. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.
Sjamsuhidrajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar